Life Namaste
Pada
umumnya masuk usia belasan adalah momen dimana kita mulai berpikir berbicara
tentang mimpi-mimpi.Bukan lagi sekedar realita semata tetapi memang sudah
seharusnya mengenal apa yang kita hendaki dan cari. Entah itu cita-cita , cinta
atau hal-hal lainnya.
Tetapi
balik juga dengan realita di lapangan yang ada beberapa dari kita juga mungkin
punya penyesalan tersendiri untuk bertumbuh jadi dewasa karena menjadi dewasa
itu sendiri bukan sesuai ekspetasi bisa bertumbuh bebas tanpa ada larangan
batas dengan sosial tetapi mulai kebih jauh akan mengenal rambu-rambu dan
bagian jalan mana yang sepantasanya cocok dan tidak untuk dilakukan.
Masuk
fase dewasa mulai sedikit memahami bahwa sebetulnya diri sendirilah yang jadi
plang penunjuk jalan dalam memahami rute perjalan hidup yang mengambil jalur
mana yang harus berani diambil dan dilalui dengan sedikit memahami ada area
mana yang harus jadi tempat perhentian sementara guna memahami lingkungan yang
dihadapi.
Dalam
fase inilah sewajarnya patut dipahami guna membatasi pilihan mana yang harus
kita ambil dan mana yang perlu ada batasan untuk diambil dan sisanya ada pula
yang harus direlakan begitu saja.
https://www.instagram.com/reel/CqAnfc7Dn6U/?utm_source=ig_web_copy_link
Hal
lainnya yang tidak kalah penting mengingat sebuah batasan lainnya bahwa sewajar
kita harus paham bahwa ada area untuk menyusun sebuah mimpi dan bangun untuk
mewujudkan mimpi-mimpi yang ada.
Hidup
memang demikian memaksa kita terus dan terus selalu bergerak untuk menghadapi
sebuah resiko yang wujudnya dalam angan sembari berharap ada sebuah kejelasan
di ujung sana.
Kemudian
dalam proses mengejar ambisi, kadangkala ada saja hambatan yang secara tidak
disengajai dibuat oleh manusia itu sendiri dari semua planning yang
dalam upaya capaian target hanya sebatas sebuah
resolusi tanpa adanya sebuah eksekusi.Selebihnya juga langkah lain yang
membuat kerumitan itu sendiri dengan terlalu banyak larut dalam kelabu karena mengedepankan pandangan
oranglain, membuat kenyataan bahwa kita terlalu banyak menghabiskan waktu untuk takut
gagal dibanding menghadapi kegagalan itu sendiri.